Langsung ke konten utama

Urgensi Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Aceh

Hari Disabilitas Internasional, foto/kemensos.go.id

 

            Penyandang disabilitas (Difabel) adalah mereka yang memiliki keterbatasan  fisik, mental, intelektual, maupun sensorik sehingga menyulitkan pengidapnya untuk beraktifitas normal.  Hari Disabilitas Internasional atau International Day of Person with Disability adalah hari peringatan Internasional yang ditetapkan oleh majelis umum PBB dan diperingati diseluruh dunia sejak tahun 1992. Hari disabilitas Internasional (HDI) diperingati pada tanggal 3 Desember setiap tahunnya. Peringatan ini dimaksudkan untuk membangun wawasan dan kesadaran bagi masyarakat umum akan polemik yang dihadapi oleh penderita disabilitas, dan juga sebagai ajang edukasi masyarakat bahwa penyandang disabilitas adalah juga saudara kita yang memiliki hak-hak yang sama dengan kita sehingga diharapkan perilaku pengucilan, diskriminasi dan bullying terhadap para difabel dapat ditekan.

            Peringatan Hari Disabilitas Internasional juga ikut dilaksanakan di Aceh. seperti di banda Aceh, Aceh Besar, Pidie dan beberapa kabupaten lain. Acara peringatan tersebut diisi dengan berbagai kegiatan menarik dan positif. Seperti edukasi bahasa isyarat dan huruf braille, bazar serta pameran karya disabilitas, donor darah, dan lomba mewarnai inklusi. Peringatan Hari Disabilitas Internasional adalah wujud dari kepedulian setiap elemen masyarakat kepada penyandang disabilitas.

            Jumlah penyandang disabilitas di Provinsi Aceh terus bertambah setiap tahunnya. Penyandang disabilitas di Aceh menyentuh angka 61.000, yang terdiri dari penyandang disabilitas tubuh, disabilitas mental, tuna netra, bisu atau tuli, penyakit kronis, dan ganda (Dinas Sosial, 2011). Penyandang disabilitas mengalami kesulitan yang lebih besar dari pada masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari. Sulitnya akses vital seperti pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, fasilitas umum dan kegiatan ekonomi membuat penyandang disabilitas semakin tertekan. Ditambah dengan tindak pengucilan, diskriminasi dan bullying yang kerap kali terjadi dalam masyarakat mengakibatkan turunnya martabat penyandang disabilitas dan merenggut hak-hak mereka sebagai seorang manusia. Cara pandang setiap individu dan instansi terhadap penyandang disabilitas harus diubah, karna menjadi difabel bukanlah suatu kesengajaan. Banyak orang yang terlahir sebagai difabel, dan banyak juga yang menjadi difabel karna kecelakaan atau hal lain. Pemahaman yang harus ditumbuhkan adalah bahwa setiap difabel adalah bagian dari dunia dan mereka juga seorang manusia yang wajib dipenuhi segala haknya.

            Terdapat banyak budaya yang menomor duakan para difabel di kalangan masyarakat. Kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap difabel khususnya perempuan juga masih sangat tinggi. Pelaku kekerasan terhadap difabel umumnya adalah pihak keluarga sendiri, teman atau tetangga, aparat Negara dan bahkan guru. Sejumlah instansi pendidikan juga menolak menerima difabel sebagai pelajar. Sejumlah fasilitas umum juga tidak ramah difabel. Keadaan dan lingkungan cenderung menyudutkan difabel dan menempatkan mereka pada posisi rendah. Sehingga budaya diskriminatif terhadap difabel terus subur dan mengakar kuat dalam masyarakat.

            Pemerintah harus turun tangan dalam hal ini, hak-hak para difabel sebagai warga negara harus tetap dipenuhi. Hak pendidikan yang layak, hak pelayanan kesehatan yang memadai dan hak untuk menyuarakan aspirasi harus mutlak diberikan. Sejumlah kebijakan public ramah difabel, seperti fasilitas umum ramah difabel, qanun yang lebih peduli difabel, serta partisipasi difabel dalam politik dan pemilu juga harus diperhatikan. Peringatan hari disabilitas internasional dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengambil kebijakan terhadap hak-hak difabel.

            Khusus bagi Aceh, perayaan Hari Disabilitas Internasional cenderung tidak popular dan jarang dilaksanakan oleh banyak pihak. Banyak penyandang disabilitas dan masyarakat umum di Aceh yang tidak pernah mengikuti perayaan HDI atau bahkan tidak mengetahui sama sekali hari disabilitas internasional. Tingginya angka penyandang disabilitas di Aceh seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat. Hari Disabilitas Internasional sebagai ajang edukasi kesadaran masyarakat terhadap penyandang disabilitas seharusnya dapat dibumikan. Terlebih mengingat bahwa dibeberapa tempat di Aceh angka diskriminasi dan bullying terhadap penyandang disabilitas masih cukup tinggi dan masih banyaknya masyarakat yang menganggap disabilitas sebagai sebuah kutukan.

            Ada banyak asa yang digantungkan pada hari perayaan disabilitas, mereka yang sering tidak diperhatikan setidaknya menjadi focus pada hari itu. Segenap pengambil kebijakan juga diharapkan bisa lebih peduli dan ingat pada para difabel. Para difabel juga merupakan anak bangsa yang harus ditingkatkan kualitas dan kesejahteraannya guna meningkatkan angka SDM unggul Aceh. Stigma negative terhadap penyandang disabilitas juga diharapkan dapat ditekan dengan adanya perayaan ini. Karna mereka butuh dukungan dari lingkungan dan masyarakat untuk tidak merasa terasing dan berbeda.   

*)Penulis: Nailis Wildany
Mahasiswa Sarjana Hukum Syariah UIN Ar-raniry

                       

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penindasan Tidak Akan Berakhir

  Oleh: Muhammad Rahul Mulyanto* Penindasan bukan bagian dari fenomena baru dalam sejarah umat manusia. Penindasan terjadi sudah berabad-abad yang lalu, dan akan tetap terus ada jika manusia masih menjadi penghuni bumi. Meskipun berbagai macam upaya yang terealisasi untuk melawan, mengakhiri, atau mengurangi praktik penindasan, kenyataannya bentuk-bentuk penindasan masih dirasakan oleh manusia hingga dewasa ini. Mengapa demikian? Karena sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya justru mendorong bahkan menerapkan praktik-praktik yang menindas tanpa sadar ataupun tidak. Saya akan mengawali pada sistem politik, sistem politik dari masa pra-revolusi perancis, pasca revolusi prancis, hingga saat ini sistem politik menjadi bagian paling penting pada penerapan praktik penindasan yang dilakukan oleh elit-elit birokrat pada masyarakat. Kebijakan-kebijakan politik dibentuk atas kesepakatan mereka-mereka saja tanpa melibatkan masyarakat yang lebih mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyara...

Ekofilosofi Deforestasi: Tinjauan Sosial dan Lingkungan di Kota dan Kabupaten Bima

  Oleh: Muhammad Muhajir Ansar & Muhammad Rahul Mulyanto* Deforestasi merupakan kondisi luas hutan yang mengalami penurunan akibat adanya konvensi hutan lahan untuk pemukiman, pertanian, infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan. Perubahan lahan hutan menjadi lahan non hutan dapat menyebabkan pemanasan global, longsor, banjir, dan bencana alam lainnya karena akibat dari kebakaran hutan, dan penebangan kayu yang berlebihan. Deforestasi sangat berkaitan dengan penebangan atau pembalakan liar yang dapat mengancam seluruh makhluk hidup, baik hewan maupun manusia. Kota Bima dan Kabupaten Bima, yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki kekayaan alam berupa hutan yang penting bagi ekosistem lokal, dan masyarakat sekitarnya. Namun, alih-alih untuk menjaga kekayaan alamnya, wilayah sedang menghadapi ancaman deforestasi yang sangat signifikan. Perubahan lahan hutan di Bima telah berdampak pada berbagai aspek, seperti, lingkungan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat, terutam...

HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN FILSAFA

Filsafat Pendahuluan Ketika membahas hubungan antara filsafat dan agama, menarik untuk menelusuri bagaimana menemukan titik temu antara keduanya. Alasannya adalah, meskipun agama dan filsafat berangkat dari titik pijakan yang berbeda agama didasarkan pada keyakinan, sementara filsafat dimulai dari keraguan dan pertanyaan keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran. Keraguan dan pertanyaan yang menjadi ciri khas filsafat tampak berlawanan dengan keyakinan agama, namun kedua pendekatan ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran. Perbedaan landasan inilah yang menyebabkan perkembangan filsafat dan agama sering kali berjalan secara terpisah dan tidak saling berinteraksi dalam pemikiran modern umat Islam. Namun, baik dalam acuan normatif Islam, seperti al-Quran, maupun dalam beberapa episode sejarah klasik umat Islam, terdapat indikasi bahwa situasinya berbeda dari kecenderungan te...