Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label puisi

Cahaya Metropolitan

    Disudut Kota Metropolitan Aku Merenung diri Apakah Kota Besar seperti ini...? Kota yang dipenuhi oleh Kendaraan yang berlalu lalang setiap waktu Ahhhhh.....Sudahlah kota besar emang seperti ini Kota dimana orang-orang sibuk mencari rezeki                                          Aku sebenarnya kecewa tingal disini                    Tidak ada lagi udara Segar yang bisa di hirup                    Asap-asap, limbah, sampah, semua ini Polusi                    Bahkan Pohon-pohon sudah banyak di tebang                     Kecewa-kecewa tidak bisa berteduh lagi    Waktu terus berputar, detik demi detik t...

Pejuang Pendidikan

Engkau selalu datang pada pagi hari Engkau selalu menghapiri setiap gegap gulita Engkau selalu mengutamakan kepetingan para peserta didik dibandingkan dirimu Tak jarang engkau lupa bahwa engkau belum makan Tak Jarang engkau lupa bahwa engkau belum tidur saking menikmatinya untuk mendidik generasi bangsa ini Tak jarang engkau tidak dibayar namun itu bukan sebuah persolan Engkau tidak menjadikan profesi pendidik sebagai lahan mencari uang namun semua itu adalah pengabdian sungguh mulia wahai para pejuang pendidikan Engkau berjuang demi mewujudkan perubahan engkau berjuang demi mewujudkan para pendahulu bangsa engkau mengerti apa itu penghorban para pejuang maka engkau layak dilabelkan sebagai pejuang pendidikan pengabdian tanpa batas.......... *) Penulis: Munawwar

Rindu Kembali ke kala itu

Angin berhembus secara perlahan-lahan pada hari itu Ingatan daku secara perlahan-lahan berselancar pada kala itu Kala itu daku menempuh pendidikan pada jenjang strata satu kala itu berbagai cita-cita mulai dipikirkan kala itu berbagai aktivitas mulai dirancangkan berbagai prestasi mulai diperoleh berbagai pengakuan mulai didapati seakan-akan semuannya sudah on track namun daku sadar bahwa semuannya belum on track seluruhnya hari ini daku mulai hilang arah dan mulai berada dipersimpangan kebigungan. Entahlah semuanya ini daku tetap berharap akan ada dan kembali pada kala itu. Aku dan kala itu......................

Aku dan Kamu

Aku terbaring di tempat tidur Kamu menertawai aku Kamu sakit kepala Aku yang pusing geleng-geleng kepala Aku ingin pergi Kamu menahan aku Kamu di bully Aku membantu kamu menghadapi masalah  Hidup ini seperti Air  Ada kalanya Air keruh dan jernih Hidup ini terasa berat atau ringan Tergantung kamu berproses untuk menikmati hidup ini Aku ini sahabat kamu Sahabat masa kecil dulu Tapi kamu sekarang sudah berbeda Gara-gara sudah mengenal dia Dia menghancurkan persahabatan kita Yang sudah kita bangun sudah lama Mari di masa PSBB ini untuk memperakrabkan kembali silaturahmi kitaa. *) Penulis: Jakfar Warga Indonesia yang sedang di masa PSBB

Aku Merana di Masa Corona

Jejak kaki pagi ini terasa berat Aku masih sendiri di kamar Cuma bisa menikmati dunia dalam genggaman Setiap hari aku cuma bisa seperti ini Mataku selalu sayu seperti ingin tidur kembali Bosan menghampiri aku Badan terasa seperti sedang mengangkat beban yang sangat berat. Ah sudahlah untuk apa aku pikirkan Dunia saja masih Merana Masih banyak korban jiwa berjatuhan Setiap hari disiarkan di Televisi, Media Sosial, dan Media Cetak. Dunia seperti ingin menyerah dengan beban ini Apalagi aku kerjanya cuma rebahan Setiap hari mikirin Dunia kapan Corona Hilang Ingin rasanya melihat kembali keindahan alam Suara ombak, gunung, hamparan sawah, sungai.  Aku Merana di Masa Corona Kemeranaan ini tidak akan habis-habisnya Sebelum Corona Hilang di Dunia ini Aku seperti orang yang baru di putuskan *) Penulis: Jakfar  Warga Indonesia yang Galau dengan Corona

#DIRUMAHAJA

#dirumahaja Rumah... Tempat Istirahatku Tempatku Berjumpa dengan Keluarga Tempatku Berdoa Kepada Tuhan Rumah... Ketika Hujan Tempatku berlindung Ketika Badai, Banjir, Tempatku Bertahan. Ketika Cuaca Panas Tempatku Berteduh Rumahku... Sesekali ku Melupakanmu Kadang Aku Sibuk Dengan Pekerjaan Sehingga Kamu Tingal Sendiri Rumahku Kini Kamu Sudah Menjadi Idola Pemerintah Mengajak Warganya Berdiam Diri di Rumah Semenjak Corona Menyerang. Rumahku... Kamu Tidak Banyak Meminta Kamu Selalu Memberikan Pelayanan Terbaik Untuk Kami Kamu Tetap Kokoh Berdiri  Terima Kasih Rumahku Sudah Memberikan Tempat Kami Istirahat Sudah Banyak Moment yang Kami Lewati di Sini #DIRUMAHAJA  Cara Kami Mengajak Kepada Orang-Orang Supaya Bisa Terhindar Dari Covid-19 Agar Tidak Tersebar Lagi.

GELOMBANG ARUS JIWA

foto koleksi pribadi Aku memang bukan orang kaya Aku juga bukan anak pejabat Dan bukan juga anak konglomerat Alhamdulillah aku bersyukur sekali menjadi anak petani Hidup aku ini memang sederhana Dari SD sampai sekarang masih biasa saja Aku ini bukan tidak mau berubah Jiwa ini yang belum siap berubah Semua orang memiliki mimpi Mimpi jadi orang kaya atau mimpi menjadi pengusaha Semenjak perkembangan zaman mimpi itu berubah-ubah inilah yang dinamakan gelombang arus jiwa adakalanya kita mengikuti arus atau melawan arus Semua itu untuk menjaga ketenangan jiwa jangan sampai gelombang itu terombang-ambingkan Aku di lautan Aku pantas menentukan apa yang diinginkan Pasti ada saatnya aku bisa bersaing dengan orang-orang kaya Untuk mengisi di satu sistem di dunia ini. Penulis: Jakfar Pegiat di Political Club

Sapaan kecil dari tuhan di tanah rencong

                                                                    Karya: Hasfrilla Yulanda                                                            Mahasiswa pendidikan fisika Uin Ar-Raniry Dari sunyi malam sebelum fajar.. Di bawah rembulan, bersama deburan ombak Dedaunan kelapa yang terus menari mengikuti alunan angin Seakan menjadi melodi pengisi luka Kini.. Ku pejamkan kembali mata ini di dalam samudera hitam Membawa diri bersama kenangan kelam Membalutnya ke dalam lumpur, yang menimbun duka di bawah puing-puing karang lautan dalam Di kala itu, dunia seolah membisu tak bernada Mentari yang hanya memandang dari baliknya awan Dan la...

DUKA LAMPAU

koleksi geogle karya: Nurmina Ulfa. S 13 Tahun sudah kepergianmu Meninggalkan luka yang amat pilu Kini aku hidup dalam kesendirianku Walau kemana fikiranku ku bawa menghindar Ia tetap mengejar Akhirnya aku terbelenggu, dalam pelukan kerinduanku Aku berharap pada pertemuan, aku meratap pada penantian Tapi, apalah hendak kukata Kehendak Tuhan lah yang berlaku 13 Tahun silam, engkau tinggalkan aku seorang diri Di tandusnya padang pasir kehidupan ini Tak kusadari air mata jatuh bergulir membasahi pipiku Akhirnya aku terjerembab, tersungkur, di hempas badai perpisahan Yang kini sudah 13 tahun berlalu,tapi masih kuarasakan duka itu Di saat pagi itu, terdengar suara dahsyat pergi menghilang seraya membawa mu pergi Semoga engkau dibimbing dan dihantar Tuhan ke Magligai Rahman dan Rahim Nya Ya Allah 13 tahun kini kami telah berpisah jauh dari mereka Terimalah permohonan ku Engkaulah sang pemberi restu Aku bersujud di bawah Cerpu Kaki Mu

KEPULANGAN

Karya: Santi Rahmadhani Senja berlari-lari kecil di kaki malam, meninggalkan siang dengan segala keangkuhannya, menuju malam yang penuh dengan sandiwara. Semua merasa aman dalam gelap, semua merasa suci, adapun aku.. aku yang tak bisa menyembunyikan asa ku dari kegelapan, aku yang terus meronta meneriaki maksud hati yang paling dalam, kapan ku kembali? Wacana batin yang tak pernah usai, sejak gulungan hitam itu merenggut harta masa kecilku.  Oh disana, istana putih itu, aku masih ingin bermain disana, menyentuh guratan – guratan halus setiap jengkalnya, mencium satu persatu kembang mekar ditamannya, Oh ibu, kaki kecilku belum puas meloncat diatas tanahnya, aku masih ingin melukis mimpi ku dilangit itu, langit yang menyaksikan larian kecilku, tawa candaku, derai tangisanku, Oh tanah kepulangan, kapan kah kita hidup kembali, pada masa itu, masa yang tak cukup ruang memori untuk ku menuturnya. Berdiri ku dibibir pantai, meratapi ulah – ulah lautan, meratapi d...

Memory of Tsunam

Karya:Mulia Wati Telah ku lambaikan tangan tuk meraih cita-cita... Telah ku hias aura ini dengan perhiasan dunia... Telah ku tempuh setiap langkahku yang penuh makna... Telah ku impikan masa depan yang cerah nan mulia... Namun seketika.... Bayangan ini lenyap dalam jiwa... Menitiskan luka-luka dalam lubuk hati yang paling dalam... Auraku hilang diterpa ombak gelombang... Cita-citaku musnah dalam ketakutan jiwa dan raga.... Langkahku terhenti tak dapat melangkah.... Masa depan yang tak tahu kemana arah... Namun satu perkara yang tak pernah terlupakan... Asma-Mu Ya Allah... Asmamu Ya Rasulullah... Dalam degupan jantung yang semakin dalam... Tak terlintas olehku akan harta kekayaan... Karena ia musnah sekali hentakan... Dengan kekuasaan-Mu Ya Allah.... Tiga belas tahun sudah.. ku meratapi nasib yang malang... Tak terlintas dibenakku oleh rasa kekecewaan... Kuyakini takdir telah mempertemukan... Jiwa dan raga yang kembali bersatu....

Mirisnya Mahasiswa Zaman Now!!

Sumber Gambar dari Google Mahasiswa Ibarat Raja Ketika Rakyatnya susah dia bersuara Apalagi dalam sejarah Indonesia Mahasiswa pernah meruntuhkan Era otoriter Lantang dan tegas dalam bersuara Sehingga masyarakat bangga dengan mahasiswa Karena mahasiswa sudah peduli terhadap rakyat Rasa bangga itu sekarang sudah pudar Nasib-nasib mahasiswa di zaman now Berprilaku tidak seperti mahasiswa zaman dulu Yang lantang menyuarakan hak rakyat Inilah wajah mahasiswa sekarang  Prilaku kritis sudah memudar Gara-gara sebagian mahasiwa mengejar IPK Gaya dan prilaku kehidupan sudah berubah Cuma bisa kritis di dunia maya Apalah daya mahasiswa bukan ibarat raja Cuma bisa mementingkan kesuksesan dan kepentingan pribadi Sanggat memprihatinkan mahasiswa di zaman now Mahasiswa yang seharusnya kritis menjadi bungkam Seharusnya Mahasiwa adalah corong penyambung lidah Antara rakyat dan penguasa Dalam Diri Mahasiswa ada potensi kritis dan berani Dalam menyampaikan kebenaran ...

Penyakit Hati Berbau Busuk

sumber foto dari google   Ketika aku melihat terpanya angin  Aku seolah sadar  B ahwa hayalan hanya sebatas mimpi  Mimpi ya n g aku dambakan seolah di tertawakan angin               Seperti gembala besar itu      Bermaksud menyakiti hati      Gembala besar itu seolah      Tau akan semua itu    Lalu kenapa aku yang menjadi gembala-gembala kecil itu Apakah aku sejahat itu ? Apakah aku sekerdil itu ? Sehingga aku tak  layak di panggung megah itu      Bukankah gembala besar itu berbesar hati      Melihat sajak-sajak ku terbangun di depan matanya      Apakah ada keraguan di setiap sajak-sajakku      Semerpah badai angin di gulung ombak Badai itu mulai marah Ketika dirin...

Sandiwara Kepastian

Foto Pribadi  Erat sudah durasi waktu, tahun ini Indatu meronta malu, kata demi, hanya demi Sesalkan pertemuan yang tak kunjung datang, pun sekali Pun harus menuju tahap kepastian, bukan menanti kisah yang sepi Dini hari, bukan siang nanti Tapi tidak dengan sejuta harapan palsu, yang tak menentu Ini soal kepastian, bukan soal validasi aturan Tidak akan pernah cukup dengan raungan, di berbagai beranda hiburan Bahkan tidak akan pernah selesai seandainya mengadu ke utara dan selatan Perankanlah sandiwara damainya kucing dan tikus, anggap disini sejuk Atau pakai popor senjata, seperti dulu kala, untuk diam sejenak Namun, teknis jitu harus segera ditijik Agar tidak beku kelaparan, karena hinggap cukup sejenak Cukup kamu dan dia yang bersandiwara, kucing dan tikus yang berdamai Janganlah libatkan kami para manusia, yang setia memberi kamu dan dia nasi Mainkanlah kisah mesra, bukan sandiwara damai kucing dan tikus Sungguh, pongah jika sandiwara...

Kau yang Masih Dingin Dikenang

Oleh Ayuniara Desember 2017 Kubuka jendela dan menghitung bintang-bintang tanggal Satu demi satu hingga sampai di angka 26 Perpaduan angka yang telah membelah kakak dari adiknya Anak dari ibunya, dan sanak saudara yang ada Dinda.. Disini aku sendiri, semua orang adalah orang asing Ku peluk tubuh sendiri dan masa lalu memasuki ku sebagai angin Meriang, meriang aku meriang Aku yang panas di kening Kau yang dingin dikenang Tsunami.. Memisahkanku darimu Bagaimana kabarmu hari ini, dinda? Lihatlah tanda tanya itu Perasaan rindu menusuk jantung puisi ini Dinding di antara aku dan ketidakwarasan Adalah memilikimu sekali lagi