HOW DEMOCRACIES DIE

 


How democracies die kalimat tersebut sangat populer beberapa hari yang lalu. Karena salah satu gubernur yang sangat kontroversial mengunggah sebuah foto dengan membaca buku yang bertema “How Democracies Die”. Banyak para warga net yang mengomentari foto unggahan tersebut dengan mengomentari bahwa foto tersebut ialah sindiran keras terhadap pemerintahan pusat tentang index demokrasi diIndonesia. Berawal dengan permasalahan  terhadap kasus kerumunan dimasa pandemi covid-19 yang terjadi di pertamburan 14 November 2020. Anies baswedan dimintai keterangan sebagai saksi atas pemanggilannya pada hari senin 16 november 2020 selama 9,5 jam di Polda Metro Jaya. Dan juga sampai dengan permasalahan penurunan baliho Habib Rizieq Syihab oleh Pangdam Jaya Dudung Abdurachman di wilayah DKI jakarta.

 

Disisi lain kita dapat melihat banyak permasalahan yang mengakibatkan terjadi kerumunan tetapi tidak ada tindakan tegas dari aparat pemerintah. Sehingga banyak masyarakat melihat tidak adanya keadilan dalam menindak kasus- kasus yang menimbulkan kerumunan, seperti kerumunan yang terjadi akibat kampanye di daerah. Dalam suatu pertemuan dalam acara stasiun televisi salah satu dokter yang sering mengkritisi pemerintah akan ketidak tegasan dalam menindak kasus kerumunan dimasa pandemi ini yaitu dr. Tirta, ia  mengatakan “kalau mau bijak, tegas, ayo tegas semua. Jangan anak presiden di Solo (kampanye tidak ditegur). Habib Rizieq ditegur, semua (harusnya) ditegur”. Dari pernyataan tersebut banyak masyarakat ataupun warga net yang mengomentari atau membuat meme bahwa “Covid-19 dapat membedakan mana kerumunan yang tidak dilindungi hukum dan mana yang dilindungi hukum”. Dari pernyataan tersebut kita dapat melihat bahwa sindiran masyarakat itu merupakan sentilan untuk pemerintah agar menegakkan keadilan dalam kasus kerumunan yang terjadi saat- saat ini. Sehingga banyak penambahan kasus karena terjadinya kerumunan di beberapa daerah misalnya kerumunan dangdutan di Wisma Atlet, kerumunan cepat saji Mc Donald’s Sarinah, kerumunan Waterboom di Medan dan masih banyak lagi. Buntut dari kerumunan tersebut pihak Habib Rieziq Syihab telah dijatuhi sanksi denda sebesar Rp50 juta. Sedangkan kerumunan Gibran yang disambut oleh ribuan pendukungnya dan mereka mengabaikan adanya protkes baik jaga jarak ataupun memakai masker, tetapi Bawaslu tidak memberikan sanksi apapun dengan alasan masa kampanye pilkada belum dimulai

 

Dari pernyataan kasus- kasus diatas kita dapat memahami dan menilai bahwa hukum di Indonesia ini tajam kearah pihak-pihak oposisi. Mereka selalu ditindak ketika ingin menyuarakan aspirasi mereka terhadap pemerintah. Sedangkan pihak- pihak lain yang melalukan suatu hal yang nyata yang melanggar hukum tidak ditindak. “Dan dimana rasa keadilan tersebut, dimana asas persamaan dalam penegakkan hukum tersebut” pertanyaan-pertanyaan ini selalu bergumam oleh masyarakat kita terhadap keadaan Indonesia sekarang. Semasa pemerintahan Jokowi banyak tudingan bahwa pemerintahannya anti kritik dan tak demoratis. Tudingan tersebut berdasarkan indeks demokrasi di Indonesia yang menurun berdasarkan penilaian dari lembaga Internasional yaitu Freedom Hause sebagai lembaga penilai demokrasi dunia menurunkan peringkat indonesia dari bebas menjadi setengah bebas. Sehingga masalah ini sangat mengkhawatirkan, jika hal ini masih berlanjut dalam tahun ke tahun, maka kita bisa kembali ke dua puluh tahun yang lalu yaitu masa orde baru dengan pembungkaman terhadap hak berekspresi dan berbicara.

 

Demokrasi pancasila merupakan cara pemerintah dalam memerintah berdasarkan hak kebebasan rakyat dalam memutuskan kebijakannya yang mengutamakan kepentingan umum juga tidak mencedrai kepentingan- kepentingan yang individual yang dibatasi oleh pancasila. Maka dari pengertian demokrasi pancasila ini kita dapat mengambil jalan dalam menguatkan demokrasi di Indonesia yaitu dengan cara mendengar dan menampung semua aspirasi-aspirasi masyarakat sehingga pemerintah tidak memerintah secara diktator. Adanya oposisi ialah sebagai pengawas dalam pemerintahan sehingga ketika pemerintah melakukan suatu sebijakan tidak mencedrai kepentingan umum maupun kepentingan individual. Maka  ketika adanya oposisi jangan dibungkam, seperti menganggap para oposisi adalah kelompok yang menginjeksi demokrasi Indonesia. Melainkan sebaliknya oposisi lah yang menguatkan demokrasi di Indonesia ini.  

 

Dari penjelasan diatas bahwa pemerintahan Indonesia  sekarang ini bersikap acuh terhadap masa depan demokrasi. Mereka lebih mementingkan kepentingan politiknya dari pada mendengar aspirasi masyarakat. Yang membuat indeks demokrasi indonesia makin menurun. Dan juga kegiatan intelektual yang tidak tumbuh yang memhambat adanya perkembangan atau penguatan demokrasi. Sangat mengkahwatirkan sekali dengan keadaan Indonesia sekarang ini demi kepentingan politik kekuasaan dijadikan sebagai alat defensif diri dan hukum dijadikan sebagai alat untuk menyerang bak sebelah pisau tajam kebawah dan tumpul keatas. Pelaksanan demokrasi memang tidak sederhana banyak tahapan dan rincian yang sarat tata cara. Namanya juga melibatkan partisipasi jutaan warga pasti menyita harga ekstra dan tenaga luar biasa. Perjuangan rakyat ingin memajukan bangsa, jangan pemerintah menghambat apa yang diinginkan bangsa. Demokrasi bukan hanya penguasa dan birokrasi yang kuat tapi juga rakyat yang bebas dan berserikat.

 

 *)Penulis: MUHAMMAD ASYARF

Mahasiswa Sarjana Hukum Syariah UIN Ar-ranirry

Posting Komentar

0 Komentar