DEMOKRASI MENUJU POLITIK OLIGARKI

 


Indonesia digadang-gadang sebagai Negara demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Toh, realitas yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi. Mandat rakyat yang diperoleh dari sistem demokrasi justru dijadikan acuan para elit untuk berkuasa didalam negeri. Apabila demokrasi terus bergeser ke oligarki maka tidak menutup kemungkinan rakyat akan terbengkalai dengan sistem ini karena sistem ini sangat menjadi acuan membuat jurang antar si miskin dan si kaya. Oligarki menjadi sistem yang membuat elit-elit kuat dalam kendaraan demokrasi.

Bentuk pemerintahan demokrasi atau republic menjadi trend dunia pasca sekuralisasi politik di Eropa selepas perjanjian West Phalia 1648. Data yang dikeluarkan oleh The Economi Intelligent Unit, tanggal 25 Januari 2017 lalu sudah 86 negara di dunia ini yang menerapkan demokrasi.

Sistem ini rakyat dijadikan pembantu dalam rumah sendiri. Bukan tanpa alasan, penulis mengutarakan demikian karena sangat banyak suatu peraturan dibuat untuk mengedepankan elit tapi mengucilkan rakyat. Sistem demokrasi meletakkan kedaulatan rakyat ditangan kapitalis dan dilaksanakan oligarki. Oligarki tersebut kian rakus hingga tak menyisakan sedikitpun bagi kepentingan rakyat. Semua ide kekuasaan dan pembentukan peraturan perundang undangan hanya untuk mengabdi kepada kaum kapitalis bukan kepada rakyat. Banyak terjadi penguasa semakin berlaku otoriter terhadap rakyat kecil yang menuntut keadilan. Demokrasi juga sangat menggaungkan sekularisme (pemisahan Agama dalam Negara) sehingga menyebabkan kehancuran dimana-mana.

Apakah kedaulatan masih ditangan rakyat?

Fenomena saat ini sungguh miris terjadi!

Bahwasanya UUD 1945 sebagai batang tubuh rakyat Indonesia, bukan lagi dijadikan landasan riil Demokrasi Indonesia contohnya pasal 33 ayat 1,2,dan 3 yang intinya perekonomian semata-mata untuk rakyat. Hasil SDA (sumber daya alam) seharusnya dikelola untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, nyatanya hanya fatamorgana belaka. Rakyat sengsara dengan keadaan ekonomi yang terjadi saat ini belum lagi soal pendidikan yang semakin hari semakin menurun kualitasnya. Rakyat semakin kesulitan memenuhi sandang , papan dan pangan untuk kebutuhannya dikarenakan sangat sedikit tersedianya lapangan kerja dan banyaknya pekerja asing, bahkan dari hasil SDA sendiri sudah banyak yang tidak dikelola lagi oleh pemerintahan Indonesia melainkan sudah banyak dikelola oleh asing.

Dalam pasal 65 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana yang dimaksud dalam UU ini, selanjutnya pasal 65 ayat (2). Keberadaan pasal ini sama saja dengan menetapkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan, semestinya pendidikan itu didapatkan merata oleh rakyat Indonesia. Pendidikan tidak boleh dikelola oleh korporasi karna dapat merusak citra pendidikan sebagai pencetak generasi.

"Demokrasi atau Oligarki...?"

Penggeseran antara demokrasi menuju politik oligarki sudah terang- terangan diperlihatkan. Demokrasi tidak lagi berjalan semestinya sudah ditopang oleh politik Oligarki. Belakangan ini terjadinya demo  besar-besaran tiba-tiba RUU semalam disahkan DPR secara diam-diam disebut dengan RUU Omnibuslaw. RUU ini bukan keinginan public tetapi hanya keinginan elit penguasa yang bercorak oligarki, bahkan banyak dari mahasiswa, para tokoh, dan juga rakyat kecil yang tidak setuju dengan pengesahan ini. Mereka melakukan demo diberbagai wilayah, karena didalamnya terdapat peraturan yang memberikan Karpet Merah bagi Pengusaha.

Banyak mendapat keuntungan dalam RUU ini adalah pengusaha yng bermodal miliaran bahkan triliunan, RUU ini juga disinyalir memberi peluang bagi koruptor yang memperkaya diri. Dari sisi ekonomi, RUU ini lahir dari infestasi dan pasalnya pengusaha boleh mengambil tanah selama 90 tahun dan boleh diperpanjang.

Kedaulatan sudah beralih ditangan korporasi, bahkan seorang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyampaikan aspirasi rakyat merubah posisi. Pada saat melakukan pengesahan RUU ini rakyat menolak dengan tegas untuk tidak diterapkan tapi DPR tetap mengesahkannya. Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat atau hanya kebohongan yang ditutupi oleh kejahatan oligarki.

Kasus baru-baru ini banyak menjadi sorotan public ditengah gentingnya keadaan ekonomi akibat pandemi yaitu baru saja ada kasus yang menghebohkan seperti Menteri Sosial Juliari P Batubara di jadikan tersangka oleh KPK dalam kasus memperkaya diri sendiri dengan dana bantuan covid-19 apalagi Indonesia sedang fokus untuk menangulangi pandemi saat ini dan sama seperti kasus di dalam kementerian KKP yang membuat kebijakan untuk membuka kembali keran Ekspor Benih Lobster yang dulunya pernah di tolak oleh Mantan Menteri KKP ibu susi. Dilakukan oleh seorang penguasa negeri Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, menurutnya dengan melakukan ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat nyatanya tidak sama sekali.

Didaerah Aceh Khususnya di Nagan Raya terjadinya eksploitasi migas yang dilakukan oleh orang asing. Sangat disayangkan, Aceh yang memiliki banyak sumber daya alam ternyata tidak memiliki pemerataan dalam kesejahtaraan.

Maka dari itu pentingnya pemikiran kritis dari berbagai aspek, agar dapat menggeser posisi politik oligarki yang semakin tumbuh di indonesia. Dan sepatutnya yang harus kita lakukan bersama apalagi seorang pemerintah yang memiliki kekuasaan, hilangkan sistem politik oligarki dalam Negara agar Negara lebih maju dan kesejahteraan dapat diwujudkan di Indonesia.

Editor : Political Club

Posting Komentar

0 Komentar