Langsung ke konten utama

HAK ASASI MANUSIA DALAM MASA PANDEMI COVID 19

 


 

Indonesia untuk saat ini masih berurusan dengan menangulangi Pandemi Covid-19 yang semakin hari semakin banyak, apalagi pandemic covid-19 sampai sekarang ini sudah mencapai 539 ribu kasus pasien yang terkonfirmasi positif, hingga keseluruhan 34 Provinsi di Indonesia menjadi zona penyebaran pandemic tersebut. Memang sebelum kasus pasien terkonfirmasi positif berjumlah banyak, pada bulan maret dulu awal penemuan pasien terkonfirmasi positif masih sedikit.   

 

Apalagi masa pandemi covid saat ini banyak aktivitas manusia diberbagai belahan dunia menjadi terhalang, karena sempitnya ruang bagi manusia untuk melakukan aktivitasnya. Namun walaupun masih tertahan dengan kondisi tersebut, kepentingan untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi, keadilan, maupun HAN (Hak Asasi Manusia) harus tetap berjalan dan tidak boleh melemah

 

Berbicara tentang HAM (Hak Asasi Manusia), hak asasi manusia dapat dibagi menjadi 3 yaitu hak, asasi, dan manusia. Hak adalah kepunyaan atau kepemilikan seseorang memiliki dan mendapatkan sesuatu mutlak yang menjadi sebuah kepemilikan seseorang dan penggunanya tergantung kepada seseorang itu sendiri dalam menjalani, menghadapi kehidupan kedepannya. Untuk asasi sendiri memiliki arti hal yang mendasar. Jadi dapat kita artikan, hak asasi manusia adalah hal yang mendasar dan utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia yang telah dilahirkan di dunia.

 

Pemerintah sebagai pemeran  pada masa pandemi ini , tidak sekedar memberikan perlindungan terhadap yang terinfeksi saja, akan tetapi pemerintah bertanggung jawab penuh akan semua kesehatan masyarakatnya dan juga pemenuhan hak asasi lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.

 

Pandemi yang dilansir sebagai krisis global terus dirasakan. Indonesia bahkan menempati posisi dengan jumlah penduduk meninggal yang cukup dibilang lumayan tinggi. Pemerintahan Indonesia bahkan juga menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid yang salah satunya memindahkan tempat kerja dan juga sekolah mengharuskan pegawai dan muridnya melakukan pekerjaannya di rumah.

 

Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Unit Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM yang melaksankan tugas atau pekerjaan dibidang penelitian, terutama dalam mengaplikasikan metode saintifik yang disesuaikan dengan ketentuan dalam protokol kesehatan

 

Perlindungan kesehatan rakyat dalam wabah covid ini ialah sebagai wujud nyata dari hak atas kesehatan. Pasal 12 ayat (1) ICESCR mengatur secara ketat tentang pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam pemenuhan hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai, yang harus dilaksanakan secara optimal dengan mengeluarkan seluruh sumber daya yang tersedia, termasuk dalam hal anggaran, fasilitas infrastruktur dan sumber daya manusia.

 

Dalam menerapkan pembatasan beraktivitas, harus memenuhi prinsip kepatutan dan asas keseimbangan sehingga wajib disertai adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup, yang mencangkupi hak atas tempat tinggal, hak atas pangan, kebutuhan pokok dan lainnya. Jika Tanpa adanya jaminan pemenuhan kebutuhan, maka pemberlakuan PSBB adalah melanggar HAM. Apalagi jika ditemukan adanya warga yang kelaparan, jatuh sakit atau mengalami gangguan jiwa atau bahkan meninggal dunia akibat mengurung di rumah karena adanya larangan sementara kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi. 

 

Sebaliknya kebijakan yang melonggarkan PSBB yang berdampak seseorang atau beberapa bahkan secara massif mengakibatkan warga terpapar covid dan meninggal dunia maka pemerintah tidak sengaja gagal melaksankan kewajibannya melindungi kesehatan public.

 

Semua bentuk pelanggaran HAM baik langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh pejabat atau pemerintah haruslah dipertanggung jawabkan secara hokum dan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan UU No.39 tahun 1999 yang dapat dituntut berjenjang yakni lewat mekanisme nasional maupun internasional.

 

Selain itu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepala Negara atau kepala daerah yang  dipilih dalam pemilu juga berdampak secara politis karena kegagalannya dalam memenuhi dan melindungi hak dasar konstituen politiknya.

 

Namun jika kita lihat lagi ketika awal wabah ini dimulai banyak warga yang masih mengalami kelaparan. Mereka ingin bekerja untuk menghasilkan uang dan membeli bahan makanan akan tetapi adanya pemberlakukan PSBB yang menghentikan niat mereka untuk bekerja. Bahkan ada juga yang sampai pingsan Karena kelaparan. Sampai ada warga yang sempat viral di social media karena ia berkata “ Pak, Kami bukan mati Karena covid, tapi kami bisa mati karena kelaparan”. Seiring waktu berlalu barulah mulai ada bantuan subsidi berupa bahan pokok. Dimasa-masanya masyarakat kelaparan yang tidak mampu untuk membeli bahan pokok sampai datangnya bantuan apakah itu tidak termasuk pelanggaran HAM, saya rasa itu termasuk karena tidak adanya tanggung jawab pemerintah dalam memperhatikan masyarakatnya. Akan tetapi tidak ada kabar juga bahwa itu termasuk pelanggaran HAM. Apakah terdapat alasan belum adanya dana? Atau memang HAM mulai memudar?, Wallahu’alam.

 

*)Penulis: Mulyani Kesumawati
Mahasiswa Jurusan Hukum Syariah UIN Ar-raniry

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penindasan Tidak Akan Berakhir

  Oleh: Muhammad Rahul Mulyanto* Penindasan bukan bagian dari fenomena baru dalam sejarah umat manusia. Penindasan terjadi sudah berabad-abad yang lalu, dan akan tetap terus ada jika manusia masih menjadi penghuni bumi. Meskipun berbagai macam upaya yang terealisasi untuk melawan, mengakhiri, atau mengurangi praktik penindasan, kenyataannya bentuk-bentuk penindasan masih dirasakan oleh manusia hingga dewasa ini. Mengapa demikian? Karena sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya justru mendorong bahkan menerapkan praktik-praktik yang menindas tanpa sadar ataupun tidak. Saya akan mengawali pada sistem politik, sistem politik dari masa pra-revolusi perancis, pasca revolusi prancis, hingga saat ini sistem politik menjadi bagian paling penting pada penerapan praktik penindasan yang dilakukan oleh elit-elit birokrat pada masyarakat. Kebijakan-kebijakan politik dibentuk atas kesepakatan mereka-mereka saja tanpa melibatkan masyarakat yang lebih mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyara...

Ekofilosofi Deforestasi: Tinjauan Sosial dan Lingkungan di Kota dan Kabupaten Bima

  Oleh: Muhammad Muhajir Ansar & Muhammad Rahul Mulyanto* Deforestasi merupakan kondisi luas hutan yang mengalami penurunan akibat adanya konvensi hutan lahan untuk pemukiman, pertanian, infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan. Perubahan lahan hutan menjadi lahan non hutan dapat menyebabkan pemanasan global, longsor, banjir, dan bencana alam lainnya karena akibat dari kebakaran hutan, dan penebangan kayu yang berlebihan. Deforestasi sangat berkaitan dengan penebangan atau pembalakan liar yang dapat mengancam seluruh makhluk hidup, baik hewan maupun manusia. Kota Bima dan Kabupaten Bima, yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki kekayaan alam berupa hutan yang penting bagi ekosistem lokal, dan masyarakat sekitarnya. Namun, alih-alih untuk menjaga kekayaan alamnya, wilayah sedang menghadapi ancaman deforestasi yang sangat signifikan. Perubahan lahan hutan di Bima telah berdampak pada berbagai aspek, seperti, lingkungan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat, terutam...

HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN FILSAFA

Filsafat Pendahuluan Ketika membahas hubungan antara filsafat dan agama, menarik untuk menelusuri bagaimana menemukan titik temu antara keduanya. Alasannya adalah, meskipun agama dan filsafat berangkat dari titik pijakan yang berbeda agama didasarkan pada keyakinan, sementara filsafat dimulai dari keraguan dan pertanyaan keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran. Keraguan dan pertanyaan yang menjadi ciri khas filsafat tampak berlawanan dengan keyakinan agama, namun kedua pendekatan ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran. Perbedaan landasan inilah yang menyebabkan perkembangan filsafat dan agama sering kali berjalan secara terpisah dan tidak saling berinteraksi dalam pemikiran modern umat Islam. Namun, baik dalam acuan normatif Islam, seperti al-Quran, maupun dalam beberapa episode sejarah klasik umat Islam, terdapat indikasi bahwa situasinya berbeda dari kecenderungan te...