Langsung ke konten utama

KUPIAH MEUKUTOP SEBAGAI BENTUK REFLEKSI SEJARAH KEPAHLAWANAN ACEH


KUPIAH MEUKUTOP SEBAGAI BENTUK REFLEKSI SEJARAH KEPAHLAWANAN ACEH

Di masa sekarang ini Aceh sedang dihebohkan dengan keberadaan Kupiah meukutop sebagai topi tradisional adat aceh yang sudah menjadi trend  dengan nama kupiah teuku umar menjadi sebuah fenomena dikalangan masyarakat aceh. Bahkan kupiah meukutop ini banyak digemari dari semua kalangan baik yang berprofesi sebagai politikus, saudagar, atau sebagainya. Dengan rama rami memakai kupiah meukutop. Hal ini sebagai bentuk Refleksi Sejarah Kepahlawanan Aceh.

Untuk prosesnya pembuatannya lumayan sedikit rumit karena harus tahu cara untuk pembuatan motif yang menjadi ciri khas Kupiah ini, inilah sedikit gambaran proses pembuatannya. Kupiah meukutop ini terbuat dari kain berwarna dasar merah dan kuning. Kain dirajut menjadi satu berbentuk lingkaran. Pingiran bawah kupiah meukeutop terdapat motif anyaman dengan kombinasi empat warna yaitu merah, hijau, kuning dan hitam. Anyaman serupa terdapat dibagian tengah yang dibatasi lingkaran kain hijau diatasnya kain hitam dibawah.

Pada lingkaran kepala bagian bawah, tetdapat motif yang lebih dominan berbentul “Lam” dalam huruf hijaiyah. Namun ada garis yang menyambung antara bagian bawah dan atas motif tersebut. Motif yang sama juga terdapat di lingkaran kepala bagian atas. Hanya saja ukurannya lebih kecil. Sedangkan dibagian paling atas terdapat rajutan benang putih sebagai alas mahkota kuning emas bertingkat tiga.

Kupiah meukeutop ini memiliki definisi dari setiap warna yang dipakai pada saat proses pembuatan kupiah meukeutop yang diantaranya warna merah memiliki makna dengan melambangkan kepahlawanan. Warna kuning memilki makna dengan melambangkan kerajaan atau negara. Warna hijau memiliki makna dengan melambangkan agama, warna hitam memilikk makna dengan melambangkan ketegasan sedangkan warna putih memiliki makna dengan melambangkan kesucian.

Secara keseluruhan kupiah meukeutop ini terbagi empat segmen diantaranya:  Segmen yang pertama memiliki makna hukum, segmen kedua memiliki makna adat, segmen ketiga memiliki makna qanun. Dan segmen yang ke empat memiliki makna reusam.

Bagi masyarakat aceh tentunya kupiah meukeutop ini bukan saja terlihat bernilai dari segi adat, tetapi kupiah meukeutop juga penuh dengan nilai sejarah. Secara sejarah kupiah meukeutop lebih di indentikkan dengan topi kebesaran pahlawanan nasional aceh yaitu sosok pahlawah Teuku Umar.

Meski latar belakang kemunculan kupiah meukeutop masih belum jelas, namun kupiah meukeutop sudah menjadi populer dikalangan masyarakat aceh dan menjadi salah satu adat aceh tentunyan ini menjadi salah satu ikon budaya sejarah aceh yang begitu lekat dengan masyarakat aceh. Dan ini tentunya menjadi REFLEKSI SEJARAH KEPAHLAWANAN ACEH DENGAN KUPIAH MEUKEUTOP. Sebagai bentuk pengedukasian terhadap masyarakat aceh tentunya kepada kaum milenial untuk lebih giat memperhatikan adat dan budaya aceh.

Meski demikian, tabir tentang kupiah meukeutop  asal usulnya perlu dikaji lebih mendalam berguna untuk meluruskan pendapat-pendapat yang berseliweran tentang kupiah meukeutop. Dikarekan saat ini kupiah meeukeutop telah mampu menunjukkan kekhasan aceh dengan banyaknya peminat yang mengemari kupiah meukeutop. Sehingga bisa membantu UKM kecil mendapatkan pangsa pasarnya untuk bisa membantu perekonomian mereka apalagi dimasa Covid-19.

Harapan penulis/pemerhati kupiah meukeutop SEHARUSNYA KUPIAH MEUKEUTOP MEMILIKI HAK PATEN YANG DIPERUNTUKKAN KEPADA PENGRAJIN KEMUNGKIMAN GAROT. Dengan demikian siapapun produsen dan perusahaan tidak memproduksi kupiah meukeutop dengan semena-menanya. Dan juga berharap kepada pemerintah Aceh. KUPIAH MEUKEUTOP MASUK KEDALAM HARI NASIONAL SEBAGAI SIMBOL MENGINGATKAN HARI KEPAHLAWANAN ACEH. 


JUMADIN
 ALUMNI TEKNIK SIPIL UNSYIAH DAN JUGA PEMUDA GAROT.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penindasan Tidak Akan Berakhir

  Oleh: Muhammad Rahul Mulyanto* Penindasan bukan bagian dari fenomena baru dalam sejarah umat manusia. Penindasan terjadi sudah berabad-abad yang lalu, dan akan tetap terus ada jika manusia masih menjadi penghuni bumi. Meskipun berbagai macam upaya yang terealisasi untuk melawan, mengakhiri, atau mengurangi praktik penindasan, kenyataannya bentuk-bentuk penindasan masih dirasakan oleh manusia hingga dewasa ini. Mengapa demikian? Karena sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya justru mendorong bahkan menerapkan praktik-praktik yang menindas tanpa sadar ataupun tidak. Saya akan mengawali pada sistem politik, sistem politik dari masa pra-revolusi perancis, pasca revolusi prancis, hingga saat ini sistem politik menjadi bagian paling penting pada penerapan praktik penindasan yang dilakukan oleh elit-elit birokrat pada masyarakat. Kebijakan-kebijakan politik dibentuk atas kesepakatan mereka-mereka saja tanpa melibatkan masyarakat yang lebih mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyara...

Ekofilosofi Deforestasi: Tinjauan Sosial dan Lingkungan di Kota dan Kabupaten Bima

  Oleh: Muhammad Muhajir Ansar & Muhammad Rahul Mulyanto* Deforestasi merupakan kondisi luas hutan yang mengalami penurunan akibat adanya konvensi hutan lahan untuk pemukiman, pertanian, infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan. Perubahan lahan hutan menjadi lahan non hutan dapat menyebabkan pemanasan global, longsor, banjir, dan bencana alam lainnya karena akibat dari kebakaran hutan, dan penebangan kayu yang berlebihan. Deforestasi sangat berkaitan dengan penebangan atau pembalakan liar yang dapat mengancam seluruh makhluk hidup, baik hewan maupun manusia. Kota Bima dan Kabupaten Bima, yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki kekayaan alam berupa hutan yang penting bagi ekosistem lokal, dan masyarakat sekitarnya. Namun, alih-alih untuk menjaga kekayaan alamnya, wilayah sedang menghadapi ancaman deforestasi yang sangat signifikan. Perubahan lahan hutan di Bima telah berdampak pada berbagai aspek, seperti, lingkungan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat, terutam...

HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN FILSAFA

Filsafat Pendahuluan Ketika membahas hubungan antara filsafat dan agama, menarik untuk menelusuri bagaimana menemukan titik temu antara keduanya. Alasannya adalah, meskipun agama dan filsafat berangkat dari titik pijakan yang berbeda agama didasarkan pada keyakinan, sementara filsafat dimulai dari keraguan dan pertanyaan keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran. Keraguan dan pertanyaan yang menjadi ciri khas filsafat tampak berlawanan dengan keyakinan agama, namun kedua pendekatan ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran. Perbedaan landasan inilah yang menyebabkan perkembangan filsafat dan agama sering kali berjalan secara terpisah dan tidak saling berinteraksi dalam pemikiran modern umat Islam. Namun, baik dalam acuan normatif Islam, seperti al-Quran, maupun dalam beberapa episode sejarah klasik umat Islam, terdapat indikasi bahwa situasinya berbeda dari kecenderungan te...