Ketergantungan Indonesia Semakin Menerka

Foto koleksi pribadi

Karya Agam Ramadhan
Alangkah malangnya Negeri ini, Kemerdekaan yang sudah meranjak tua bangka masih saja terbelit-belit oleh bayang-bayang kegelapan, bayang-banyang mimpi buruk yang terus akan menghantui penduduknya, dari masa ke masa, sampai generasi ke generasi. Entah kapan tanah air tercinta ini dapat mencapai tujuannya sesuai yang tertera dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Mensejahtrakan rakyat, merupakan kutukan setiap negara yang tidak pernah bisa diatasi. Berbagai hal dilakukan, berbagai proyek pengembangan dan pemberdayaan dieksekusi. Namun tetap saja, konsep kesejahtraan tidak seindah yang tertuang dalam buku Plato yang berjudul ‘Republik’.  Mengedepankan Keadilan demi mencapai kesejahtraan, padahal pada hakikatnya keadilan hanya ada pada mereka yang mengerti, dan kesejahtraan hanya ada pada mereka yang beriman kepada tuhannya. Sesungguhnya, Mensejahterakan rakyat adalah cita-cita buta bagi negara, karena kesejahtraan adalah roh para individu sesuai dengan selera dan anomalinya masing-masing.

Indonesia candu Ketergantungan
Siapa yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah negara berlebel ‘Pheri-pheri’ atau sering disebut berkembang. Nah, hal ini memang sangat memprihatinkan bagi umur Indonesia yang sudah melewati 70 tahun. Seharusnya Indonesia sudah bangkit dan tidak lagi dikenal dengan negara pheri-pheri. Pada dasarnya negara berkembang adalah negara yang memiliki ketergantungan yang besar terhadap negara-negara lain.

Pada dimensi Melennium ke-3 ini, Indonesia mengalami penurunan drastis pada taraf perekonomian. Hal ini tercermin dari melemahnya permintaan internasional dan melambatnya pertumbuhan investasi akibat harga komoditas yang lebih rendah dan ketidakpastian peratuaran pemerintah yang terus menerus menguras daya saing Indonesia di kancah Internasional.

Karena pondasi pertama kehidupan adalah sumber makanan, dan sumber makanan selalu identik dengan ekonomi, maka jika perekonomian indonesia sedang tidak stabil akibatnya Indonesia harus menutupi kekurangan dengan hutang luar negeri. Acap kali penulis mendengar desas-desus awam yang selalu menyuarakan bantuan, tanpa tahu darimana sumber bantuan tersebut. Memang pendapatan terbesar negara berasal dari pajak. Namun hasil tersebut masih belum bisa memenuhi hasrat negara untuk mensejahtrakan rakyatnya.

Sekarang ini, Indonesia sedang dipimpin oleh seorang Presiden yang tidak ragu terhadap program jangka panjangnya, sampai memakan anggaran negara yang sangat banyak. Bahkan hutang Indonesia yang mulai menurun ketika masa SBY, mulai bertambah kembali dengan kuota yang lebih besar. hal ini mengakibatkan banyak pakar Ekonomi yang mulai geleng kepala dengan tindakan Presiden yang tidak ragu memimjam terhadap Bank Dunia.

Nah, Hutang adalah indikator pertama yang membuat seseorang merasa ketergantungan, dan bagaimanakah dengan Indonesia yang memiliki hutang yang begitu besar. Rahmat Slamet, seorang mahasiswa di salah satu universitas swasta Jakarta , memberikan informasi yang miris tentang tanggapan dosen ekonominya mengenai hutang Indonesia. Dosennya dengan tegas mengatakan, “... sangat malang anak cucu Indonesia kelak, belum bisa melihat dunia saja di tangan mereka sudah menanggung beban jutaan rupiah/jiwa....”.

Memang orang-orang awam ditatanan Indonesia tidak akan pernah ambil pusing dalam permasalahan tersebut. Namun tetap saja efek dari pergulatan ekonomi dan hutang Indonesia akan  menyentuh fisik dan mentalnya secara langsung.

Hasil dari Survei IMF. Salah satu Bank Dunia yang menanam kekayaannya di Indonesia ini memberikan penilaian terhadap Indonesia di tahun 2015. Lingkungan perekonomian Indonesia secara Eksternal sangat lemah, yakni barang yang di Ekspor dari Indonesia sangatlah minim, dan nilai jualnya murah karena hanya barang mentah. Terutama sumber daya alam seperti gas, minyak bumi dan bijih besi. Sehingga perekonomian Indonesia tidak menununjukan perubahan yang signifikan.
Hal ini lah yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang terus Kerdil dan tidak bisa besar seperti yang dikatakan Paul Baran mengenai konsep kreatinismenya.
Ketergantungan Indonesia menyebabkan Indonesia tidak dapat bebas dalam mengikuti pengambilan keputusan yang bersifat internasional. Tekanan-tekanan eksternal dari negara-negara maju sebagai penanam saham akan terus membatasi ruang Indonesia sebagai pelayan dinegerinya sendiri, yang konon harus mematuhi perintah negara-negara lain disaat-saat tertentu. Dikarenakan hutang materi dan balas budi yang dimiliki Indonesia tak terhingga banyaknya.


Hanya Motivasi dan Motivasi
Bukan berarti Indonesia tidak dapat melanjutkan Pembangunanya, yang paling penting sekarang adalah membangun jiwa progresifitas, inovasi dan kreatifitas dalam memperbaiki bangsa terhadap generasi-generas yang akan datang.
Kunci perubahan harus dilaksankan oleh setiap pihak semenjak dini. Alangkah baiknya, Kementrian Pendidikan dan Kementrian Perguruan Tinggi meprioritaskan program jangka panjang berupa mendidik  dan memasukan tugas mulia setiap anak didik untuk meneruskan perjuangan pembangunan politik Indonesia. Karena pembangunan politik menyangkut seluruh aspek kehidupan rakyat Indonesia dan menyangkut berbagai bidang sesuai studi anak didik masing-masing. Karena jalan yang terpenting adalah berusaha dan terus mencoba dalam jangka waktu yang panjang. Semuanya perlu waktu, perlu dijaga dan perlu usaha yang sungguh-sungguh agar Indoensia mampu melewati masa kelam secara imperialis ini.

Menulis hanya kiat cepat mencari kunci pembuka Original Life. Penulis lahir di Bandung, 18 Februari 1995. Besar di Pidie, Aceh. Terdaftar sebagai Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Syiah Kuala angkatan 2014. Facebook: Agam Ramadhan (Raider) 

Posting Komentar

0 Komentar