Dari Moge ke Saudagar Moge : Peran Pedagang Rempah Aceh dan Hasil Pertanian lainnya dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Aceh”


Tema : Peningkatan Hasil Pertanian untuk Ketahanan Pangan Nasional 

Bumi tanah rencong, julukan provinsi paling barat di Indonesia, merupakan salah satu daerah dengan hasil kekayaan alam terbaik di dunia. Luas wilayah Aceh mencapai 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas mencapai 2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha, dan lahan industri 3.928 ha menjadikan bumi rencong ini sebagai daerah komoditas pertanian unggulan di tanah air bahkan di kancah internasional (http://acehprov.go.id/).

Selain itu, negeri yang pernah menjadi pintu gerbang lalu lintas perdagangan internasional saat masa penjajahan Belanda ini memiliki segudang hasil pertanian yang berkualitas tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil alam Aceh (pertanian dan perkebunan) yang diekspor ke mancanegara. Tak heran jika negeri yang disebut Serambi Mekkah ini juga terkenal akan surganya rempah-rempah dunia.
Selain sebagai penghasil rempah, bumi Iskandar Muda juga memiliki hasil pertanian yang cukup berkualitas sebagai komoditas ekspor unggulan nasional. Komoditas pertanian tersebut meliputi kopi, padi, karet, kelapa sawit, kopra, palawija, dan buah-buahan. Lahan pertanian Aceh tersebar luas mulai dari pesisir utara hingga pesisir timur dan selatan Aceh dengan jantung pertanian terletak di wilayah tengah Aceh.

Potret kehidupan dan aktivitas pertanian di Aceh akan menjadi penunjang utama pertanian nasional. Selain itu, juga dapat menjadi sentra dan lumbung komoditas unggulan nasional. Tentunya, peran pemerintah, pakar-pakar pertanian, dan pedagang sangat diharapkan. Salah satunya adalah moge dan saudagar moge sebagai alternatif perdagangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan Aceh. 

Sesuai dengan kajian esai ini, penulis memfokuskan untuk memberikan pandangan sesuai judul “ Dari Moge ke Saudagar Moge : Peran Pedagang Rempah Aceh dan Hasil Pertanian lainnya dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Aceh”.
Moge dalam keseharian masyarakat Aceh diartikan sebagai “agen” atau “agen keliling”, di mana moge tersebut akan mengantarkan barang dagangannya yang dikumpulkan dari desa-desa dan kemudian membawanya ke pusat penjualan yaitu pada saudagar moge. 
Layaknya di negeri Rencong ini, sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai moge merupakan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Hal ini kembali pada keadaan alam khususnya di sektor pertanian yang masih sangat strategis dan memiliki lahan yang cukup untuk dikembangkan. Terlebih di wilayah pedesaaan Aceh yang masih menyimpan sejuta hasil pertanian terutama rempah-rempah khasnya. 

Transaksi yang dilakukan antara para moge dengan masyarakat tani dan saudagar moge di pedesaan Aceh jauh dari sikap tangkulak. Sikap yang digunakan sesuai dengan norma dan syariat islam yang berlaku di Aceh. Bagi para moge di Aceh, bertransaksi dengan cara seperti itu berarti membantu meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan Aceh yang islami.

Ada beberapa indikator yang memenuhi syarat moge yang jauh dari sikap tangkulak, diantaranya timbangan atau sukatan yang dilakukan jujur sebagaimana mestinya. Kemudian, para moge tidak melakukan tawar-menawar berulang kali serta menepati janji ketika membeli secara utang dari pemilik barang. Tidak jarang juga di kalangan moge, memberikan pinjaman kepada masyarakat tani baik sebagai modal untuk menggarap lahan maupun untuk kebutuhan rumah tangga seperti biaya pendidikan anak, biaya sandang dan pangan dll. Hal ini menyebabkan terjalinnya ikatan emosional antara masyarakat tani dengan moge sehingga pada saatnya panen, masyarakat tani menjual hasil pertanian kepada moge yang bersangkutan dengan harga yang sesuai harga pasar. Salah satu jenis moge di Aceh adalah pedagang rempah dan hasil pertanian. 

Tanah Rencong sebagai surganya rempah-rempah dan komoditas hasil pertanian lainnya, para pedagang tersebut tentunya memanfaatkan keadaan itu. Lada, pala, cengkeh, kemiri dan hasil pertanian lain seperti jagung, kakao dan kacang-kacangan menjadi incaran mereka untuk melakukan transaksi. Bahan-bahan tersebut mereka ambil di lingkungan masyarakat pedesaan dan di jual ke pusat penjualan (saudagar moge). Hal itu sangat berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat pedesaan. Di mana yang dulunya mereka memiliki lahan dengan hasil yang banyak tetapi mereka tidak tau cara bagaimana cara memasarkan untuk mendapatkan finansial yang bernilai ekonomis. Dengan demikian, potensi alam yang dimiliki semakin mengalami peningkatan serta dapat mengembangkan pedesaan Aceh yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Berbicara tentang pedagang rempah Aceh dan hasil pertanian lainnya sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Ini dikarenakan lahan yang begitu luas ditambah tanah yang subur mengantarkan masyarakat harus lebih proaktif dalam memberdayakan lahan pertanian. Bukan hanya itu, kurangnya ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat pedesaan membuat mereka harus lebih menggeliat dalam mengolah lahan pertanian, salah satunya dengan pola tanam berkelanjutan dan pola tanam bergilir , yang lebih terpenting lagi adalah mereka memiliki sikap pola hidup yang hemat. Jika pola-pola tersebut tidak mereka terapkan tentunya keberlangsungan hidup mereka tidak sejahtera. 

Sejak merdeka, negara Indonesia khususnya Aceh tidak luput dari gejolak dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Terutama mempertahankan ketahanan nasional dalam hal kebutuhan ekonomi yang termasuk di dalamnya ketahanan pangan. Ditinjau dari geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis, sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk menjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh antar negara besar. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan sehingga dapat mempengaruhi dan membahayakan kelangsungan hidup dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terutama Aceh. Untuk itu rakyat Aceh sendiri harus memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari mana pun datangnya.

Dari paparan yang penulis kemukakan, penulis menyakini bahwa hadirnya moge dan saudagar moge di tengah-tengah masyarakat Aceh pada umumnya dan masyarakat tani Aceh khususnya, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan Aceh.

Penulis, gadis berdarah asli Aceh yang merupakan satu di antara pemuda-pemudi di Indonesia, tentunya penulis merupakan bagian terdepan dari barisan yang akan membawa perubahan dengan gagasan-gagasan baru demi Indonesia lebih baik ke depannya. Penulis dan pemuda-pemudi Indonesia lainnya adalah para penerus bangsa dan merupakan pemegang estafet kepemimpinan di masa depan serta penentu nasib bangsa di kemudian hari. 

Gagasan dan harapan mulia sebagaimana penulis tuturkan di atas, seandainya ke depan penulis menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, pasti tentunya akan penulis suarakan dalam sidang-sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang pada akhirnya harapan dan gagasan ini menjadi isu nasional yang memiliki kekuatan hukum tertuang dalam undang-undang.

MOTTO :KAMI HARI INI ADALAH PEMUDA DAN BESOK KAMI ADALAH PEMIMPIN BANGSA

*)Firdarini, 
Mahasiswi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan Putri Aceh Selatan. 
Tertarik pada isu keislaman dan pendidikan. Saat ini diamanahkan menjadi salah satu pengurus di Asrama Putri UIN Jakarta sembari mengambil privat di sekitar.

Posting Komentar

0 Komentar