Pemuda Generasi Pancasila, Generasi Idaman



Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Hanya bangsa yang memiliki generasi muda berkarakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu menjadi bangsa yang berkarakter adalah impian bangsa Indonesia.   

Generasi muda merupakan tunas bangsa yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan keutuhan bangsa dan negara, karena di tangan mereka penentu masa depan bangsa. Pemuda bukanlah sosok manusia yang tanpa masalah. Dengan usianya yang relatif muda, mereka dihadapkan dengan berbagai masalah kehidupan di tengah masyarakat. Dewasa ini, generasi muda harus meyadari berbagai ancaman dan tantangan di era modern, tantangan dan ancaman terhadap jati diri mereka sebagai bangsa yang bermoral dan bermartabat sedang diuji. Dengan demikian, maka sudah sepatutnya bagi generasi muda membentengi diri dengan sikap kritis dan waspada terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti pergaulan bebas yang menghantui generasi muda.

    Generasi  muda sebagai aset terbesar bangsa memiliki potensi yang tidak dapat dipunggkiri untuk menentukan bagaimana nasib bangsa ini di masa akan datang. Sejarah mencatat kiprah pemuda masa lalu bahkan sebelum kemerdekaan. Contohnya, sejak pergerakan nasional (kemerdekaaan Indonesia) banyak lahir pemuda-pemudi yang menjadi kebangsaan bangsa. Pemuda yang lahir itu adalah pemuda yang terpikat hatinya untuk mengabdi dan menumpahkan seluruh jiwa raganya untuk tanah air. Dengan demikian profil kepribadian pemuda merupakan cerminan bangsa. Budi Utomo merupakan organisasi modern pertama di tanah air yang dipelopori oleh kaula muda yang lahir pada 20 Mei 1908, yang menyalakan semangat juang pemuda Indonesia sekaligus membumihanguskan rasa takut pemuda untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah.    

    Generasi muda pada zaman tersebut merupakan sosok pemuda yang berjiwa pancasila, mereka pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan dengan semangat persatuan, menyelesaikan permasalahan dengan musyawarah/mufakat dan senantiasa mewujudkan keadilan di kalangan masyarakat. Sungguh mereka dapat dipandang sebagai “Pemuda Generasi Pancasila,Generasi Idaman”.

  1. Kiprah pemuda dalam pergerakan nasional di Indonesia.  

            a. Organisasi Budi Utomo 

Organisasi Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Pada awal berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi Utomo dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo terdiri dari kalangan atas, suku Jawa dan Madura

Menyadari arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920 organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan masyarakat biasa. Dengan bergabungnya masyarakat luas dalam organisasi Budi Utomo, hal ini menjadikan organisasi tersebut berfungsi menjadi pergerakan rakyat. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut kehidupan yang lebih baik.

Kepeloporan Soetomo mendirikan organisasi pemuda bernama Budi Utomo pada 20 Mei 1908 yang kemudian dikenal sebagai hari Kebangkitan Nasional. Gaungnya terdengar keseluruh penjuru tanah air dan menginspirasi lahirnya organisasi – organisasi baru seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Selebes, Sekar Rukun, dan Pemuda Kaum Betawi.

            b. Sumpah pemuda

Lahirnya sumpah pemuda berawal atau dipelopori dari  pemuda– pemuda yang berkesempatan memanfaatkan pendidikan di bangku sekolahan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sehingga hasil dari ilmu pendidikan memberikan kecerdasan dan kesadaran kepada pelajar dan mahasiswa pribumi untuk menggalang persatuan perjuangan memerdekakan Indonesia.

Tokoh perhimpunan pemuda Indonesia di negeri Belanda membuat pergerakan pada tanggal 15 November 1925 diadakanlah pertemuan yang dihadiri oleh Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Pelajar Minahasa, Sekar Rukun, dan peminat perorangan untuk membentuk panitia kongres pemuda pertama. Kelanjutan daripada pertemuan tersebut yaitu terselenggarakannya kongres pertama. Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam di dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April - 2 Mei 1926 di Jakarta di adakan Kongres I Pemuda Indonesia. Kongres tersebut diikuti oleh semua perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan. Kongres Pemuda I, di dalamnya dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bahasa, dan agama. Selanjutnya, dibicarakan juga tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak di kemudian hari.

Kongres kedua yang diketuai oleh Sugondo Djoyopuspito diselenggarakan pada 27 – 28 Oktober 1928 Jalan Kramat 106 Jakarta dan dikala itu juga pertama kali lagu Indonesia Raya dikumandangkan di muka publik yang dinyanyikan oleh WR. Soepratman dengan musik instrument (biola) dan pada tanggal 28 Oktober 1928 juga dikumandangkan hasil kongres Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Pelajar Minahasa, Sekar Rukun dan lain-lain melebur menjadi satu yaitu Indonesia Muda yang disatukan oleh ikrar bersama yaitu Sumpah Pemuda.

            c. Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kejadian tersebut berlangsung tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945. Golongan muda membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan untuk mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar. Daaerah Rengasdengklok dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat tersebut jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Di samping itu, mereka dengan mudah dapat mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok dari arah Bandung maupun Jakarta.

Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh. Usaha dan rencana para pemuda untuk menekan kedua pemimpin bangsa Indonesia itu agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan tentara Jepang tidak dapat dilaksanakan. Dalam peristiwa Rengasdengklok tersebut tampaknya kedua pemimpin itu mempunyai wibawa yang besar sehingga para pemuda merasa segan untuk mendekatinya, apalagi melakukan penekanan. Namun, melalui pembicaraan antara Shodanco Singgih dengan Soekarno, menyatakan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta.

Berdasarkan pernyataan Soekarno itu, pada tengah hari Shodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari perundingan itu tercapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Di samping itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para pemimpin bangsa Indonesia itu.

Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat ke Rengasdengidok, Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Ir.Soekarno dan rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB. 

Begitulah gambaran singkat pelajaran sejarah dari Gerakan Pemuda tempo dulu, dinamika perjuangan putra-putri Indonesia terhadap kondisi objektif kala itu dan gagasan-gagasan yang lahir untuk mengantarkan kemerdekaan Indonesia serta pada akhirnya Indonesia merdeka. Demikianlah sumbangsih perjuangan pemuda tempo dulu.

  1. Potret pemuda dalam menyongsong era globalisasi

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa arus globalisasi begitu cepat masuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan generasi muda. Arus globalisasi itu kian hari kian bergejolak. Pengaruh globalisasi terhadap generasi muda begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak generasi muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Misalnya, kebudayaan barat yang sebagian besar diadopsi oleh para pemuda Indonesia, membuat pemuda melupakan bahkan tidak mengenal lagi budaya-budaya leluhur yang sudah ada sebelumnya.

Kehidupan global dalam berbagai dimensi tidak dapat dihindari  dan akan terus mengikuti perjalanan kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu, mau tidak mau suatu bangsa harus siap menghadapi globalisasi di setiap waktunya. Dalam situasi yang senantiasa berkembang di era globalisasi ini, menuntut peran aktif pemuda sebagai agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Selain itu pemuda diharapakan  mampu bertanggung jawab dalam menjaga Pancasila dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, pemuda harus lebih peduli terhadap tanah air. Adanya globalisasi, membawa berbagai macam perubahan dalam jiwa pemuda-pemudi  Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. Perubahan-perubahan tersebut ada yang bersifat positif namun tidak sedikit pula yang bersifat negatif yang dapat menghancurkan alur pemikiran pemuda. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi pemuda Indonesia saat ini memang sangat kompleks, mulai dari masalah krisis mental, krisis eksistensi, pengangguran, hingga masalah dekadensi moral. Belum lagi banyaknya pemuda yang terjebak dalam lingkaran apatisme, hedonisme, yang semuanya mengarah pada satu hal yang disebut antisosial. Padahal permasalahan yang dihadapi bangsa kita saat ini cukup besar dan sulit diselesaikan apabila pemuda penerus bangsa bermental antisosial.

Pemuda diibaratkan Perahu, Nahkoda adalah jalan pikiran pemuda, Lautan itu adalah bumi tempat pemuda hidup, Angin adalah kesempatan dalam hidup pemuda, Ombak besar dan Badai adalah rintangan dalam kehidupan pemuda dan Dermaga adalah pelabuhan dari cita-cita pemuda. Jalan pikiran pemuda sebagai nahkoda harus bisa mengendalikan diri pemuda sebagai perahu dalam mengarungi hidup, untuk bisa mencapai dermaga yang pemuda cita-citakan ia harus bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang datangnya seperti angin, yang ia sendiri tidak tahu kapan angin akan datang dan pergi, pemuda juga tidak bisa mengetahui angin yang datang akan besar dan kecil. Pemuda hanya bisa menerka dan menerka sambil mencoba memprediksi sesuai dengan kebiasaan yang pernah terjadi. Pemuda juga harus memilki tulang kawat urat besi untuk mengalahkan ombak besar dan badai yang merintangi perjalanan hidup pemuda. Nahkoda harus dapat mengimabangi perahu dalam mengarungi lautan.   

Dalam pengandaian di atas timbullah  pertanyaan “Mampukah seorang pemuda menstabilkan jalan pikirannya dengan arus globalisasi saat ini “. Menurut Sigmund Freud, perkembangan manusia dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap oral, anal, phalik, dan tahap genital. Masa muda merupakan masa “phalik” atau adolesen, yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa dan juga sebagai tahap menuju tahap genital. Masa ini dideskripsikan sebagai sosok pribadi yang labil, mudah goyah, dan rentan terhadap setiap perubahan yang ditandai dengan perilaku yang cenderung ingin mencoba-coba bertindak atas dasar kemauan sendiri dan cenderung memberontak terhadap aturan yang sudah mapan. Oleh karena itu, pada masa ini para pemuda sering terjerumus pada pola-pola pergaulan tertentu yang pada prinsipnya dapat membahayakan dirinya sendiri.

Berikut adalah potret-potret pemuda masa kini dalam menyongsong era globalisasi. Potret tersebut dapat ditinjau dari dua sisi, yakni sisi positif dan sisi negatif.

Sisi positif globalisasi :

  1. Keterbukaan Informasi

  2. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

  3. Perekonomian Indonesia semakin menggeliat

  4. Meningkatnya taraf hidup masyarakat

  5. Persaingan yang sehat

Sisi Negatif Globalisasi :

  1. Informasi tak terkendali

  2. Budaya Kebarat–baratan

  3. Sikap individualisme

  4. Kesenjangan sosial semakin besar

  5. Hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri

Dari pemaparan kiprah pemuda dalam pergerakan nasional serta potret pemuda dalam meyongsong era globalisasi dapat kita simpulkan bahwa kesadaran pemuda zaman dahulu dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila lebih baik dari pada pemuda zaman sekarang yang antisosial, karena pemuda zaman dahulu memiliki rasa bertanggung jawab demi bangsa dan negaranya,seperti saat diproklamirkan kemerdekan Indonesia. Dibandingkan dengan pemuda zaman sekarang yang tidak perlu mengangkat senjata,hanya perlu meneruskan apa yang sudah diperjuangkan dan memperbaiki serta membuat bangsa ini menjadi lebih baik,yaitu dengan berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang. Akan tetapi kenyataan yang ada saat ini, Pemuda lebih bersikap antisosial dalam berbagai dimensi kehidupan. Namun hal itu semua dapat kita atasi dengan beberapa cara sebagai berikut:

  1. Menanamkan nilai-nilai agama dalam jiwa, karena dengan kuatnya nilai agama, pemuda dapat membentengi dirinya dalam menghadapai berbagai tantangan dan dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi oleh pemuda.

  2. Memiliki rasa kebersamaan dalam menjaga keutuhan NKRI. Dengan memiliki rasa kebersamaan maka apabila ada suatu permasalahan dalam Negara ini, kita harus ikut andil dalam menyelesaikan maslah tersebut.

  3. Mengembalikan citra pemuda masa lalu dan menanamkan semangat juang pada pemuda  masa kini.

  4. Menjadi pemuda yang berperilaku sosial dan mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.

  5. Saling menghormati dalam keberagaman.

Maka dalam hal ini penulis mengharapkan jati diri pemuda dahulu tercerminkan dalam jiwa pemuda sekarang, karena pemuda generasi pancasila adalah pemuda yang diidamkan oleh bangsa Indonesia.


Referensi

Muttaqin, Fajriuddin dan Wahyu Iryana. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Penerbit Humaniora, 2015. 

Wardianti, Yuanita dan Dian Mayasari. “Pengaruh Fase Oral Terhadap Perkembangan Anak.” Jurnal Bimbingan dan Konseling Indonesia, vol. 1 no. 2 (September 2016): 36-37. 

Suganda, Her. Peristiwa Rengasdengklok. Bandung: Penerbit Kiblat Buku Utama, 2013. 
Januarharyono, Yudhaswara. “Peran Pemuda di Era Globalisasi.” Jurnal Ilmiah Magister Administrasi, vol. 13, no. 1 (2019).

*) Penulis: Firdarini, Mahasiswi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan Putri Aceh Selatan. Tertarik pada isu keislaman dan pendidikan. Saat ini diamanahkan menjadi salah satu pengurus di Asrama Putri UIN Jakarta sembari mengambil privat di sekitar.








Posting Komentar

0 Komentar