Aceh merupakan suatu
daerah yang menarik untuk di ikuti sejarahnya, karena Aceh memiliki sejarah
yang begitu panjang akan tetapi orang-orang cenderung memandang Aceh sebagai
suatu daerah yang tidak lepas dari konflik serta sifat militan yang dimiliki
oleh rakyat Aceh pada saat itu, belum lagi cerita kerajaan yang begitu panjang
untuk ditelusuri mulai dari kerajaan Hindu hingga berubah menjadi kerajaan
Islam memang pandangan itu sangat tidak salah dimana awal mula dari konflik
atau perang di Aceh diawali saat kedatangan pasukan Belanda ke Indonesia dimana
pasukan Belanda ke Indonesia ialah untuk mencari rempah-rempah sehingga Belanda
melihat Indonesia ini memiliki kekayaan alam yang melimpah khususnya rempah-rempah
maka Belanda tidak segan-segan untuk menjajah Indonesia, awalnya aksi Belanda
ini hanya dipusatkan di pulau Jawa sering berjalannya waktu Belanda melihat ada
daerah lain yang juga sama memiliki rempah-rempah.
Aceh juga memiliki potensi alam yang
berlimpah ruah terutama lada dan pinang yang saat itu merupakan komoditi
termahal di Eropa setelah revolusi industri meletus, sehingga membuat bangsa
Eropa ramai-ramai mencari wilayah jajahan baru yang potensial khususnya
wilayah-wilayah yang dikuasai umat Islam. Selain itu, wilayah Aceh sangat
strategis sebagai jalur transportasi internasional yang menghubungkan antara
Cina dan India setelah terusan Suez dibuka oleh Ferdinand de Lessep pada tahun
1869 (baca buku Status Aceh Dalam NKRI karangan Yusuf Al-Qardhawy Al-Asyi).
Pada Tanggal 8 April pasukan Belanda tiba
di pelabuhan Uleelhee (Pantai Cereumen) dengan mengikutsertakan 6 kapal uap, 2
kapal angkatan laut, 5 kapal barkas, 8 kapal peronda, 1 kapal komando, 6 kapal
pengakut, dan 5 kapal layar dengan jumlah personil 168 perwira (140 Eropa dan
28 bumiputra), dan 3.198 prajurit yang dipimpin oleh Johan Harmen Rudolf
Kohler. Mari kita tinggalkan sejenak soal Belanda.
Tidak lama lagi seluruh daerah yang ada
Indonesia akan menghelat pemilihan kepala daerah baru (Pilkada), dengan
dihelatnya ini maka akan ada pergantian kursi kepemimpinan, maka sudah barang
tentu mulai dari sekarang kita memahami karakter calon pemimpin baru kita
sehingga tidak menjadi bumerang untuk kedepan, berbicara tentang Aceh kita
telah memiliki beberapa sosok pemimpin yang begitu berjasa dalam meletakan
suatu landasan yang hingga kini masih kita gunakan walaupun tidak seutuh
seperti dulu akan tetapi sosok kepemimpinan
mereka ini membuat Aceh begitu makmur kala dulu, tidak butuh waktu lama
penulis akan langsung saja membahas sosok pemimpin tersebut.
Yang
Pertama, Sultan Ali Mughaiyat Syah terkenal dalam sejarah dunia sebagai
seorang raja yang gagah perkasa dari kerajaan Pidie di Aceh. Beliau telah
berjasa mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil menjadi sebuah kerajaan besar
yang kuat dan sangat ditakuti oleh musuh terutama penjajah Portugis. Sejak awal
beliau telah memikirkan bahwa sulit bagi umat Islam dalam kerajaan Islam Aceh
yang dipimpinya memperoleh kemenangan tanpa ada satu kekuatan besar lagi kuat.
Beliau adalah seorang muslim yang ulung pada zamannya mempunyai pandangan jauh
ke depan dan memiliki perhitungan-perhitungan jangka panjang, sangat sensitif
dengan ancaman-ancaman dari luar terutama dari kaum Kristiani Barat yang
selamanya menaruh dendam terhadap Islam.
Yang
Kedua, Sultan Alauddin Ri’ayat yang terkenal dengan nama Al-Kahhar itu
memaksa abangnya turun tahta karena abangnya Sultan Salahuddin selain lemah
dalam memimpin Negara juga telah memberi kuasa penuh kepada raja Bungsu yang
tergolong dalam katagori zalim dan korup. Husein Djajadiningrat memperkirakan
Al-Kahhar naik tahta dalam tahun 1537. Pada masa ini wilayah kerajaan Aceh pun
berkembang luas sampai ke Pariaman Sumatera Barat dengan menunjukkan putera
keduanya yang bergelar Sultan Moghul menjadi raja di sana. Ketika memulai
tugasnya sebagai raja, Al Kahhar memberikan prioritas kepada peningkatan
perdagangan dan jaminan keselamatannya. Beliau terus memajukan perdagangan
antar bangsa.
Yang
Ketiga , Sultan Iskandar Muda yang terkenal ganteng dan gagah dikhabarkan
dari kecil sudah memiliki tanda-tanda akan menjadi seorang pemimpin besar.
Dalam usia 16 tahun ketika Castro menaklukkan benteng Kuala Lubok tahun 1606
beliau sanggup dan berjaya merebutnya kembali. Beliau dikenal cepat dalam
menangani dan menyelesaikan masalah. Ayah Beliau menyerahkan Sultan Iskandar
Muda kepada seorang guru agama keturunan Arab dari Baitul Muqaddis yang bernama
teungku di Bitai. Di sinilah Beliau belajar ilmu nahu dan ilmu agama.
Iskandar Muda adalah seorang raja yang
berani, tegas, bijaksana, dan disifatkan sebagai raja Sumatera, karena pada
masa dialah kerajaan Aceh dapat menguasai lebih separuh pulau Sumatera. Beliau
telah Berjaya menghantarkan kemajuan Aceh kezaman keemasan dan kegemilangan,
luas wilayah meliputi sebagian besar Sumatera dan semenanjung Malaysia. Beliau
pula yang membangun Mesjid Baiturrahman dan mesjid-mesjid lainnya di Aceh untuk
memajukan Islam.
Mengajak ummat melaksanakan sholat lima
waktu sehari semalam, berpuasa di bulan ramadhan bersama puasa sunat, melarang
orang minum arak, bermain judi, mendirikan Bait al-Mal, ‘usyur, cukai pekan,
dan memberikan sedekah kepada fakir miskin pada tiap-tiap sholat Jum’at. Sebuah
keputusan yang di ambil oleh sultan Iskandar Muda ialah menjatuhkan hukuman
hudud terhadap putera kesayangan karena telah melanggar peraturan, sifat tegas
lagi konsisten yang hingga sekarang masih diingat oleh masyarakat Aceh dan
tentunya tidak akan terlupakan hingga kapan pun dari sinilah kita memahami
bagaimana beliau meletakan suatu pondasi, yang mana siapa pun yang melanggar
aturan telah dibuat maka akan menanguh resikonya.
Keempat,
Tajul Alam Safiatuddin Syah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ratu
Safiatuddin yang memerintah selam 32 tahun, berbagai tantangan dan rintangan
yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana. Seri Sultan
memiliki beberapa sifat terpuji dan perangai yang baik dan sangat takut akan
Allah Ta’ala serta melaksanakan sholat lima waktu. Beliau juga gemar membaca
kitab suci Al-Qur’an, serta beliau juga menyuruh orang untuk berbuat kebajikan
dan melarang membuat kemungkaran.
Mungutip pendapat Ar-Raniry berkomentar
bahwa pada masa pemerintahan Ratu Safiatuddin Bandar Acer Darussalam merupakan
sebuah Bandar yang makmur, harga makanan sangat murah, rakyat hidup dalam
kesentausaan dengan mengikuti perinah Allah S.W.T dan Rasulnya. Beliau adalah
raja yang adil, tawakkal, sabar dan tegas terhadap setiap keputusannya, dia
memiliki kelakuan yang baik serta bijaksana dalam segala urusannya, pegasih
terhadap rakyatnya dan sayang terhadap fakir dan miskin (baca juga buku Islam
Dan Sistem Pemerintahan Di Aceh Masa Kerajaan Karangan Hasanuddin Yusuf Adan).
Apakah kunci dari kesuksesan
keempat pemimpin ini di dalam mendorong kemajuan Aceh pada saat itu?
Mari kita bedah bersama-sama apakah yang
membuat mereka sukses di dalam mendorong kemajuan Aceh pada saat itu atau
dengan kata lain kunci kesuksesan mereka, ada beberapa hal yang menurut penulis
menjadi kunci kesuksesan mereka ini Yang
Pertama, memiliki ketakwaan yang tinggi, keempat sosok ini tergolong
orang-orang yang taat sehingga sangat jarang mereka melakukan kesalahan karena
mereka sadar setiap kesalahan yang mereka lakukan maka akan ada
pertanggungjawabannya di hari akhir. Bila bukan karena ketakwaan maka begitu mudah bagi mereka untuk
melakukan dengan sesuka hatinya tanpa harus takut kepada siapapun, dan contoh
yang sangat familiar di dalam berbagai sejarah ialah keputusan Iskandar Muda
yang menjatuhkan hukuman hudud kepada anak kesayangannya yang pada saat itu
kedapatan melakukan kesalahan, padahal pada saat itu banyak penasehatnya yang
melarang Iskandar Muda untuk menjatuhkan hukuman tersebut.
Kedua,
Sifat Bijaksana dan tegas, keempat sosok di atas memiliki sifat bijaksana dan
tegas hal ini bisa kita lihat daripada setiap keputusan yang diambil keempat
sosok di atas memperlihatkan bahwa mereka memiliki kedua sifat ini seperti
salah contohnya yaitu, Sultan Ali Meghaiyat Syah begitu bijaksana hal ini bisa
kita lihat daripada peran beliau di dalam mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil
menjadi sebuah kerajaan besar yang kuat. Tentunya keputusan beliau ini sangat
terlihat dimana sesaat telah menyatukan semua kerajaan kecil menjadi kerajaan
besar maka portugis pun ketakutan saat menghadapi kerajaan Aceh. Jika sifat tegas dapat kita lihat dari
sosok Iskandar Muda dalam memimpin ini sangat jelas tegasnya.
Ketiga,
berwibawa, tidak ada siapun yang memungkiri bahwa keempat sosok pemimpin di
atas memiliki wibawa yang tinggi, karena sudah seyogianyaa seorang pemimpin
harus memiliki wibawa apabila seorang tidak wibawa maka akan sangat sulit
baginya untuk bisa memimpin karena memimpin ini merupakan suatu seni atau
dengan kata lain memiliki cara dan syarat dasar untuk menjadi pemimpin adalah
memiliki wibawa.
Keempat,
cerdas, keempat pemimpin di atas tersebut sangatlah cerdas dan kecerdasan ini
merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin karena dengan
memiliki kecerdasaan maka akan membuat pemimpin tersebut bisa melihat sesuatu
dengan arif tanpa harus langsung mengambil keputusan atau dengan kata lain
tidak terburu-buru dan termakan oleh isu yang digulirkan.
Oleh kerananya sudah sewajarnya apabila
kita sekarang ini mengharapkan agar pemimpin Aceh kedepan memiliki keempat
sifat tersebut walaupun memang pada dasarnya masih begitu banyak sifat yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin maka keempat sifat diatas merupakan dasar
dari konsep seorang pemimpin karena ketika sudah memiliki keempat sifat di atas
maka pemimpin kita akan semakin dekat kepada konsep ideal dari seorang pemimpin
karena apabila kita berbicara pemimpin telah memiliki point pertama maka akan sangat tidak mungkin apabila pemimpin
tersebut melakukan korupsi pencurian dan lain-lain karena point pertama di atas sangat sakral.
Dengan demikian Aceh yang makmur dan
sejahtera akan semakin dekat dengan kita apabila pemimpin Aceh kedepan memiliki
keempat sifat di atas bahkan sangat mungkin apabila Aceh kita kembalikan lagi
pada masa kejayaan. Semoga sosok pemimpin
kedepan seperti itu.
*Munawwar, Mahasiswa Ilmu Politik Fisip, Unsyiah. Pegiat Political Club
*Munawwar, Mahasiswa Ilmu Politik Fisip, Unsyiah. Pegiat Political Club
0 Komentar